Kegiatan Pencarian Minyak Bumi pada Masa Kolonial

Sejarah perminyakan di Murung Pudak dimulai pada tahun 1898, pada saat perusahaan minyak bumi Belanda yang bernama Mijn Bouw Maattschappy Martapura mengadakan pencarian minyak di daerah Warukin yang berjarak kira-kira 15 km dari kantor Pertamina yang terletak di Murung Pudak.  Pada tahun 1912, kegiatan pencarian minyak bumi dilakukan oleh perusahaan Belanda lainnya yang bernama Dortsche Petroleum Maattschappy. Pada tahun 1930 perusahaan ini tidak mampu bekerja dan kemudian bergabung dengan perusahaan Belanda yang bernama Bataafsche Petroleum Maattschappy. Pencarian minyak bumi selanjutnya dilakukan oleh perusahaan yang bernama Bataafsche Petroleum Maattschappy atau yang lebih dikenal dengan sebutan BPM (Pertamina, 1986: 5).

Bataafsche Petroleum Maattschappy lebih giat melakukan pencarian minyak bumi dan berhasil menemukan struktur minyak di beberapa tempat seperti struktur Tanjung pada tahun 1934, struktur Warukin Tengah pada tahun 1937, dan struktur Kambitin pada tahun 1939. Usaha yang intensif terus dilakukan dalam pencarian minyak di struktur Tanjung sampai tahun 1940. Minyak yang ditemukan tidak sempat dieksploitasi karena pecahnya perang Dunia Dua.

Pada tahun 1942 tentara Jepang menguasai seluruh bumi Nusantara termasuk sumber minyak di Kalimantan. Kegiatan pencarian minyak bumi di Murung Pudak diambil alih oleh Pemerintah Jepang, Jepang mencoba menghidupkan kembali perusahaan minyak yang pernah diusahakan BPM. Usaha Jepang ini dilakukan untuk menopang perang Asia Timur Raya, tetapi itu tidak berlangsung lama karena Jepang mengalami kekalahan terhadap Sekutu dalam Perang Dunia II pada tahun 1945.        Kegiatan perminyakan di Murung Pudak timbul kembali setelah BPM (Bataafsche Petroleum Maattschappy) mengulang kembali usahanya sekitar tahun 1957-1958.  Melihat prospek yang berkembang baik, pada tahun 1958 BPM berhasil membangun saluran pipa minyak sepanjang 238,6 km dari Murung Pudak sampai ke Balikpapan menembus gunung dan hutan belantara. Selesainya pipa ini pada tahun 1961 lengkap dengan fasilitas pemompaannya di Manunggul (Pertamina, 1986: 7).

Pada tahun 1961, produksi baru dapat dilaksanakan setelah selesai dipasang pipa 20 sepanjang 238,6 km yang menghubungkan Manunggul dengan Kilang di Balikpapan. Pengelolaan minyak bumi di Murung Pudak pada tahun 1961 tidak lagi dilakukan oleh perusahaan BPM (Bataafsche Petroleum Maattschappy) akan tetapi dikelola oleh PT. Shell Indonesia yang kapasitas produksinya cukup besar. Kegiatan Shell mencapai puncaknya pada tahun 1963 dengan mencatat angka produksi 46.800 BOPD. Kegiatan pencarian minyak dilanjutkan pula di struktur Kambitin, tetapi setelah member sumur ke-5 pada Juli 1964 kegiatan dihentikan karena kesulitan transportasi minyak. PT. Shell berjalan hanya beberapa tahun saja, karena pada tanggal 30 Desember 1965, seluruh asset PT. Shell Indonesia yang meliputi lapangan-lapangan produksi Tanjung dan Limau, kilang minyak Plaju serta kilang minyak Balikpapan juga diserahkan kepada PN Permina yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Dr. Ibnu Sutowo sebagai Direktur Utama pada waktu itu, atas dasar pembelian oleh pemerintah Indonesia (Pertamina, 1986: 8).

Kegiatan Pencarian Minyak Bumi oleh Permina-Pertamina

Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas lebih tinggi dari apa yang telah dicapai oleh perusahaan sebelumnya, pada bulan Agustus 1968 Pemerintah mengintegrasikan PN Permina dan PN Pertamin menjadi satu perusahaan berdasarkan aturan Pemerintah No. 27/Tahun 1968 dan diberi nama Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional atau disebut PN Pertamina. Mulai saat itu PN Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional Indonesia yang diberi wewenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang industri minyak dan gas bumi (Pertamina, 1982:37).

Di Murung Pudak sendiri juga terjadi perubahan karena PT. Shell menyerahkan pengelolaan minyak bumi Murung Pudak kepada PN Permina yang terjadi pada tahun 1965. Sejak penyerahan itu, perminyakan di Murung Pudak dijalankan oleh PN Permina yang kemudian juga berintegrasi menjadi PN Pertamina pada tahun 1968. ditangan Pertamina, struktur Warukin Selatan berhasil dikembangkan sejak tahun 1965. Begitu juga struktur Tapian Timur berhasil ditemukan tahun 1967 dan mulai diproduksikan tahun 1977. Minyak Tapian Timur dapat diproduksi dan dipompa ke Blikpapan, sedangkan kesulitan transportasi minyak dari struktur Kambitin telah berhasil diatasi dengan membangun Test Unit dan saluran pipa 4 sehingga minyak Kambitin berhasil dikirim ke Balikpapan. Minyak Tanjung Raya berasal dari jebakan cekungan Barito. Sekalipun bersumber dari cekungan yang sama, namun uniknya minyak Tanjung Raya bervariasi titik tuangnya (pour point).

Guna meningkatkan produksi minyak Tanjung (Murung Pudak) PN Pertamina berusaha menemukan sumur-sumur minyak baru dan menjalin kerjasama dengan perusahaan asing yang berminat mengelola minyak bumi di Tanjung (Murung Pudak). Beberapa perusahaan asing yang menjalin kerjasama dengan PN Pertamina untuk mengelola minyak bumi di Tanjung (Murung Pudak) di antaranya adalah PT. Shoutern Cross, PT. Bow Valley, dan yang terakhir sampai saat ini adalah PT. Talisman dari Kanada. Kerjasama pengelolaan minyak bumi di Tanjung (Murung Pudak) tersebut kemudian dikenal dengan nama JOB PTTL (Join Operating Body Pertamina Talisman Tanjung Limited).