(a). Mazhab Fikih
Mazhab fikih bukanlah teks yang menandingi teks al-Qur’an dan Hadis (Nash). Namun mazhab fikih adalah cara-cara memahami syariah. Karena itu biasanya pemahaman yang benar atas teks syariah tidak keluar dari cara pemahaman mazhab-mazhab fikih yang telah diakui.
Mazhab fikih bukanlah teks yang menandingi teks al-Qur’an dan Hadis (Nash). Namun mazhab fikih adalah cara-cara memahami syariah. Karena itu biasanya pemahaman yang benar atas teks syariah tidak keluar dari cara pemahaman mazhab-mazhab fikih yang telah diakui.
Mazhab fikih
memahami teks al-Qur’an dan Hadis dengan cara terpadu (sehingga tidak
ada Nash yang bertentangan dengan Nash lainnya), melalui pengetahuan
yang mendalam pada nasakh mansūkh, `ām, khāsh, muthlaq, muqayyad, dan
terus memperhatikan dasar-dasar syariah, agar ijtihad seorang ahli fikih
tidak menabrak syariah. Karenanya, maka tidak ada pertentangan antara
mengikuti mazhab fikih dengan mengikuti al-Qur’an dan Hadis.
(b) Fikih Syafi'i
Untuk memahami mazhab dengan baik kita harus mengetahui detail mazhab tersebut. Berikut beberapa hal penting tentang mazhab Syafi'i.
• Mazhab Syafi'i dibangun oleh al-Imām Abu Abdillah, Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Usman bin Syafi’ bin al-Saib Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Abdil Muttalib bin Abdi Manaf.
Beliau lahir di Gaza pada tahun 150 H, dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.
Setelah beliau menghafal kitab al-Muwattha’ karya imam Malik, beliau pergi ke Madinah pada usia 13 tahun untuk berguru kepada sang imam. Pada awalnya imam Malik menganggap usia imam Syafi'i terlalu muda untuk langsung membaca Muwattha’ sendiri, namun setelah mendengar bacaan imam Syafi'i, beliau sangat terpukau akan kefasihan dan keindahan bacaannya.
Imam Syafi'i terus belajar kepada imam Malik selama 16 tahun hingga wafatnya imam Malik pada tahun 179 H.
• Perkembangan mazhab Syafi'i:
Mazhab Syafi'i tumbuh melalui 5 masa:
1. Fase Pembentukan. Fase ini dimulai sejak tahun 179 H, dan berlangsung cukup lama hingga sekitar 16 tahun, yaitu hingga imam Syafi'i datang ke Baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H.
2. Fase Kemunculan Mazhab Qadīm (Klasik). Fase ini dimulai sejak tahun 195 H hingga saat beliau pergi ke Mesir tahun 199 H.
3. Fase Kematangan Mazhab Jadīd (Baru). Fase ini dimulai sejak tahun 199 hingga wafatnya beliau tahun 204 H.
4. Fase Pengembangan dan Penyempurnaan. Fase ini dimulai oleh para murid imam Syafi'i, sejak wafatnya beliau hingga pertengahan abad ke-5 H.
Selama fase ini para Ashāb (ulama mazhab) terus dengan giat melakukan Takhrīj, melahirkan hukum permasalah baru melalui teks imam Syafi'i.
5. Fase Kestabilan. Yaitu masa stabilnya mazhab dengan matangnya pengumpulan riwayat, tarjīh (mengunggulkan pendapat yang kuat), membuat kitab ringkasan yang hanya menyebutkan pendapat yang kuat saja, kemudian ringkasan ini dijelaskan melalui kitab syarh.
• Sumber Hukum Mazhab Syafi'i adalah:
(1) Al-Qur’an.
(2) Sunah.
(3) Ijmā’.
(4) Qiyās.
(5) Pendapat Sahabat Nabi.
(6) Jika tidak ada nash khusus yang menjelaskann hukum permasalahan tertentu, maka mazhab kembali pada hukum asal sesuatu tersebut. Yaitu: Hukum asal segala yang bermanfaat adalah mubah, dan yang bahaya adalah haram.
(7) Al-Istishhāb. Yaitu hal yang pasti ada pada suatu waktu tetap dihukumi dengan hukum yang sama pada waktu selanjutnya, selama tidak ada yang menunjukkan perubahan hukum.
(8) Al-Istiqrā’. Yaitu melakukan penelitan pada objek riset untuk mencapai hukum umumnya.
(9). Al-Akhdu bi Aqalli Mā Yuqāla. Yaitu: Mengambil hukum berdasarkan hal minimal yang pasti disepakati oleh pendapat atau riwayat yang berbeda.
Para ulama mazhab Syafi'i memiliki cara yang baik dalam fatwa, yaitu jika mereka tidak mendaptkan teks dalam mazhab Syafi'i yang secara khusus membahas hukum permasalahan yang tertentu yang dipertanyakan, maka mereka memberikan fatwa sesuai mazhab lain, terutama mazhab Maliki.
#Maulana Syaikh Ali Jum’ah
(Mausū`atu al-Tasyrī`, hal: 503-504, 510-512)
(b) Fikih Syafi'i
Untuk memahami mazhab dengan baik kita harus mengetahui detail mazhab tersebut. Berikut beberapa hal penting tentang mazhab Syafi'i.
• Mazhab Syafi'i dibangun oleh al-Imām Abu Abdillah, Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Usman bin Syafi’ bin al-Saib Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Abdil Muttalib bin Abdi Manaf.
Beliau lahir di Gaza pada tahun 150 H, dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.
Setelah beliau menghafal kitab al-Muwattha’ karya imam Malik, beliau pergi ke Madinah pada usia 13 tahun untuk berguru kepada sang imam. Pada awalnya imam Malik menganggap usia imam Syafi'i terlalu muda untuk langsung membaca Muwattha’ sendiri, namun setelah mendengar bacaan imam Syafi'i, beliau sangat terpukau akan kefasihan dan keindahan bacaannya.
Imam Syafi'i terus belajar kepada imam Malik selama 16 tahun hingga wafatnya imam Malik pada tahun 179 H.
• Perkembangan mazhab Syafi'i:
Mazhab Syafi'i tumbuh melalui 5 masa:
1. Fase Pembentukan. Fase ini dimulai sejak tahun 179 H, dan berlangsung cukup lama hingga sekitar 16 tahun, yaitu hingga imam Syafi'i datang ke Baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H.
2. Fase Kemunculan Mazhab Qadīm (Klasik). Fase ini dimulai sejak tahun 195 H hingga saat beliau pergi ke Mesir tahun 199 H.
3. Fase Kematangan Mazhab Jadīd (Baru). Fase ini dimulai sejak tahun 199 hingga wafatnya beliau tahun 204 H.
4. Fase Pengembangan dan Penyempurnaan. Fase ini dimulai oleh para murid imam Syafi'i, sejak wafatnya beliau hingga pertengahan abad ke-5 H.
Selama fase ini para Ashāb (ulama mazhab) terus dengan giat melakukan Takhrīj, melahirkan hukum permasalah baru melalui teks imam Syafi'i.
5. Fase Kestabilan. Yaitu masa stabilnya mazhab dengan matangnya pengumpulan riwayat, tarjīh (mengunggulkan pendapat yang kuat), membuat kitab ringkasan yang hanya menyebutkan pendapat yang kuat saja, kemudian ringkasan ini dijelaskan melalui kitab syarh.
• Sumber Hukum Mazhab Syafi'i adalah:
(1) Al-Qur’an.
(2) Sunah.
(3) Ijmā’.
(4) Qiyās.
(5) Pendapat Sahabat Nabi.
(6) Jika tidak ada nash khusus yang menjelaskann hukum permasalahan tertentu, maka mazhab kembali pada hukum asal sesuatu tersebut. Yaitu: Hukum asal segala yang bermanfaat adalah mubah, dan yang bahaya adalah haram.
(7) Al-Istishhāb. Yaitu hal yang pasti ada pada suatu waktu tetap dihukumi dengan hukum yang sama pada waktu selanjutnya, selama tidak ada yang menunjukkan perubahan hukum.
(8) Al-Istiqrā’. Yaitu melakukan penelitan pada objek riset untuk mencapai hukum umumnya.
(9). Al-Akhdu bi Aqalli Mā Yuqāla. Yaitu: Mengambil hukum berdasarkan hal minimal yang pasti disepakati oleh pendapat atau riwayat yang berbeda.
Para ulama mazhab Syafi'i memiliki cara yang baik dalam fatwa, yaitu jika mereka tidak mendaptkan teks dalam mazhab Syafi'i yang secara khusus membahas hukum permasalahan yang tertentu yang dipertanyakan, maka mereka memberikan fatwa sesuai mazhab lain, terutama mazhab Maliki.
#Maulana Syaikh Ali Jum’ah
(Mausū`atu al-Tasyrī`, hal: 503-504, 510-512)
ayo segera bergabung dengan saya di D/E/W/A/P/K
BalasHapushanya dengan minimal deposit 10.000 kalian semua bisa menang uang jutaan rupiah lo
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142 terimakasih ya waktunya ^.^