Guru H. Nuzhan Dalam Pagar.
Guru Nuzhan panggilan populer dari Tuan Guru H. Nuzhan Noor bin H. Muhammad Noor bin Khadijah binti Abdullah bin Syekh Muhammad Khatib bin Mufti H. Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang ramah dan pemurah, memiliki ilmu, amal dan akhlak mempesona. Beliau tidak saja mencintai Allah, manusia dan kemanusiaan tapi sekaligus juga mencintai hewan yang mungkin bagi sebagian orang tak dianggap keberadaannya dan suatu yang tidak berguna.
Menurut kisah salah seorang muridnya, beliau adalah salah satu murid dari Tuan Guru H Zainal Ilmi. Selain itu, beliau juga pernah menimba ilmu kepada Tuan Guru H. Abdurrahman Siddiq (Datu Sapat) di Tambilahan, Riau. Selain itu, sudah barang tentu, beliau berguru pula pada ulama-ulama Dalam Pagar yang pada umumnya masih punya hubungan darah atau hubungan kekeluargaan dari beliau sendiri.
Beliau, kesehariannya disibukkan dengan menggelar majelis pada setiap Senin malam, Selasa malam, Kamis malam, serta Jumat pagi bagi murid Dalam Pagar dan masyarakat sekitarnya. Di antara kitab yang beliau ajarkan adalah Misbahul Jannah, Sifat 20, Parukunan yang sebagiannya karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, dan Hikam karya Ibnu Athaillah Al-Askandary. Murid beliau yang aktif mengikuti majelis waktu itu, bisa dikatakan sudah sangat banyak antara 100 sampai 200 orang.
Di samping menjadi ulama yang disegani, beliau juga dikenal mempunyai akhlak yang mempesona terutama terhadap hewan. Pernah
suatu ketika ada seekor kucing yang dibuang orang di sungai hingga hampir lamas (tenggelam). Untung si kucing bisa bertahan dengan berpegangan pada batang pisang yang larut. Melihat hal itu, beliau bergegas langsung meminta orang lain untuk menyelamatkan kucing tersebut. Untuk itu, beliau rela membayar orang supaya mengapar (mengambil) dan menjemput kucing yang bertahan di atas gadang yang terus melaju mengikuti arus sungai berlalu.
Tidak hanya binatang piaraan yang mendapat kecintaan ulama yang satu ini. Sebab diketahui, beliau juga memelihara Berang-Berang (Beruk) yang sering memangsa ikan hidup-hidup. Lebih dari itu, setiap harinya beliau menyedekahkan gula untuk semut -semut yang berada di sekitar rumahnya. Lebih dari itu, dulu ada seorang petani yang datang dari menangkap ikan di sawah. Orang tersebut menangkap induk ikan gabus yang baru memiliki anak dengan cara membandan (menggunakan bebek) sebagai godaan. Beliau pun kemudian membeli induk ikan yang didapat itu dan meminta petani tersebut melepaskannya kembali di tempat semula, “Kasihan anak iwaknya matian, kadada lagi kuitannya yang menjagai, (Kasihan anak ikannya nanti mati, tidak ada lagi induknya yang menjaga, red),” ujar beliau dengan nada kasihan.
Terkait dengan memperlakukan ikan, beliau pernah berpesan pada murid-muridnya, agar saat ingin menyiangi (membersihkan) ikan yang masih hidup untuk dimakan, hendaknya tidak dengan cara memukul kepalanya yang membuat ikan tersiksa. Lebih baik, kalau bisa disembelih atau dipotong saja dengan pisau yang tajam. Begitulah sifat kasih sayang beliau kepada lingkungan alam ciptaan Tuhan, khususnya hewan.
Kemudian, beliau juga dianggap sebagai ulama yang sudah mencapai tingkat waliyullah hingga banyak muncul pada diri beliau sikap khariqul 'adah (keluar dari kelaziman) dan karamah yang tak bisa dinalar secara ilmiah. Beliau kala bepergian baik lewat jalur sungai maupun jalan darat, beliau seringkali dalam membayar jasa transport tidak sesuai tarif, tapi selalu berlebih berkali-kali lipat. Bisa dimengerti jika penguji jukung dan kelotok pada jalur sungai berebut untuk mengantar beliau. Demikian juga, ojek atau tukang atau supir taxi (angkot) di jalan darat senada dan seirama. Pendek kata beliau tak pernah menghitung berapa duit yang beliau keluarkan untuk transport perjalanan, karena amplop yang beliau terima juga tak terhitung banyaknya dan isi amplop yang beliau terima tentu hampir tidak ada yang bernilai sedikit, padahal beliau tak pernah meminta, apalagi sampai memasang tarif.
Beliau juga, menurut murid-muridnya mempunyai karamah, mampu membagi jasad beliau menjadi beberapa. Pernah terjadi beliau berada di tiga tempat yang berbeda dalam satu waktu yakni beliau sedang melakukan pengajaran di majelis, di rumah beliau sendiri, memimpin acara tahlilan di salah satu rumah murid beliau, dan menghadiri undangan orang selamatan di tengah masyarakat.
Berikutnya, beliau juga dikenal sebagai semacam tabib yang melakukan pengobatan alternatif terutama pada penyakit-penyakit yang sudah tidak bisa ditangani lagi secara medis dan penyakit gaib baik karena serangan black magic maupun kejahatan makhluk halus dari alam sebelah. Beliau juga membuat cemeti, wifiq, rajah dan doa yang ampuh untuk penangkal, penglaris, pengasihan, kekebalan dan sejenisnya.
Beliau meninggal dunia pada tanggal 9 Zulkaidah 1404H, dan dimakamkan esok harinya pada tanggal 10 Zulkaidah 1404H. Dimakamkan di Gang Bani Ismail, dekat Masjid Tuhfatur Raghibin, kampung Dalam Pagar, Martapura. Allah Yarham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar